20100612

KETOKOHAN KEPIMPINAN ALI BIN ABI TALIB (sa)

Sikap Imam Ali bin Abi Thalib (sa) terhadap Keluarganya
Posted by Syamsuri Rifai Thursday, June 10, 2010 at 9:16 AM 0 Comments


Berikut ini keteladanan dan sikap Imam Ali bin Abi Thalib (sa) terhadap keluarganya saat beliau menjabat khalifah.


Dalam pembagian baitul-mal, Imam Ali (sa) tidak mendahulukan atau mengistimewakan anak-anak dan kerabatnya, melainkan menyamakan Imam Hasan dan Imam Husain dengan Muslimin lainnya. Habib bin Abi Tsabit menyebutkan bahwa pada suatu hari, anak saudara lelaki dan menantu Ali yang bernama Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib datang menemui Ali dan berkata: “Wahai Imam! Pengeluaranku sehari-hari cukup tinggi. Maka, ringankanlah beban hidupku ini dengan memberiku uang dari baitul-mal melebihi bagian orang lain. Demi Allah! tiada tersisa uang sedikit pun di kantongku sehingga aku harus menjual rumput untaku!” Imam Ali menanggapi permintaan tersebut, “Demi Allah! Aku tidak dapat memberikan sesuatu kepadamu, kecuali apabila engkau menyuruh pamanmu ini mencuri dan kemudian memberikannya kepadamu.” (Gharat, jilid 1, hlm. 66)


Abdullah bin Abi Sufyan menceritakan: ”Salah seorang warga desa menghadiahkan sehelai pakaian kepada Hasan dan Husain lalu mereka mengenakannya. Pada hari Jumat, manakala berdiri untuk berkhutbah di Madain, Imam Ali terperanjat menyaksikan kedua putranya, Hasan dan Husain memakai pakaian baru. Kemudian Ali mengutus orang kepada Hasan dan Husain untuk menanyakan dari mana mereka memperoleh pakaian baru itu?” Kami berkata: “Salah seorang warga desa menghadiahkannya kepada mereka.” Imam Ali (sa) kemudian mengambil pakaian itu dari Hasan dan Husain lalu menyerahkannya ke baitul-mal. (Tarjumah Imam Ali bin Abi Thalib sa, jilid 3, hlm 182)


Imam Ja’far Shadiq (sa) mengatakan bahwa ayahnya, Imam Baqir, berkata: “Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib membagikan pakaian kepada penduduk Kufah dan di antara pakaian tersebut terdapat topi yang terbuat dari sutera. Lantas Imam Hasan meminta topi itu kepada ayahnya dengan berkata: “Wahai Ayah! Berikan topi ini kepadaku.” Imam Ali tidak mengabulkan permintaan anak yang dikasihinya itu dan mengadakan undian bagi semua Muslim untuk mendapatkan topi indah itu. Seorang pemuda Hamadani keluar sebagai pemenang dalam undian itu. Topi itu kemudian diberikan kepada pemuda tersebut dan dibawanya pulang. Setelah itu, dikatakan kepada pemuda itu bahwa Hasan bin Ali meminta topi itu dari ayahnya tetapi tidak dikabulkannya.


Pemuda Hamadani itu memberikannya kepada Imam Hasan dan beliau menerimanya. (Biharul Anwar, jilid 41, hlm 104)


Ali bin Abi Rafi’ mengatakan, “Aku diberi tugas untuk menjaga baitul-mal Ali bin Abi Thalib. Di dalam baitul-mal, terdapat kalung yang dibawa dari Basrah. Suatu hari, putri Ali bin Abi Thalib mengutus orang kepadaku dan berkata, “Aku mendengar di dalam baitul-mal, ada kalung dari batu mahal dan hari ini adalah hari raya Idul Adha. Pinjamkanlah kalung itu kepadaku untuk aku gunakan pada hari raya Idul Adha.” Dalam jawabannya, aku mengatakan: “Aku akan berikan dengan syarat pinjaman itu ada jaminannya.” Putri Imam Ali (sa) dalam jawabannya mengatakan : “Ya! Aku terima pinjaman ini dengan jaminan dan setelah tiga hari, akan kukembalikan ke baitul-mal.” Dengan diterimanya persyaratan ini, kukirimkan kalung itu kepadanya. Imam Ali melihat kalung itu di leher putrinya dan mengenalinya. Imam lantas bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkan kalung itu?” Putrinya berkata: “Aku meminjamnya dari penjaga baitul-mal dan setelah hari raya, akan kukembalikan.”


Ali bin Abi Thalib memangilku dan berkata: “Kenapa engkau berkhianat terhadap harta Muslimin?” Aku berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari mengkhianati Muslimin!” Beliau berkata: “Mengapa engkau meminjamkan harta baitul-mal tanpa seijinku.” Aku berkata: “Putrimu meminjam dariku hanya untuk beberapa hari. Ia pun meletakkan jaminan untuk itu. Setelah hari raya Idul Adha, dia berjanji akan mengembalikannya. Selain dari itu, aku juga menjadi penjaminnya.”


Imam Ali berkata: “Hari ini juga engkau harus mengambilnya dan mengembalikannya ke baitul-mal. Jangan sampai engkau mengulangi hal-hal yang seperti ini. Kalau tidak, engkau akan kukenakan hukuman. Sekiranya putriku meminjamnya tanpa jaminan, niscaya dia layak untuk dihukum.”


Ketika berita ini sampai ke telinga putrinya, ia bertanya: “Wahai Ayah! Aku adalah putrimu. Katakanlah bahwa aku layak untuk memakainya pada hari raya!” Imam Ali berkata: “Apakah semua wanita Muhajirin menghiasi dirinya dengan kalung semacam ini?”


Selanjutnya, aku mengambil kalung itu dan mengembalikannya ke baitul-mal. (Biharul Anwar, jilid 40, hlm 327)


Pada suatu hari Aqil, saudara Imam Ali, menjumpai Imam Ali dan meminta bantuan materi. Imam Ali berkata kepada Imam Hasan: “Berikan pakaian kepada pamanmu.”


Imam Hasan memberikan pakaian dan jubah kepada Aqil. Ketika mengikuti makan malam bersama Imam Ali, Aqil bertanya keheranan: “Adakah makan malam kalian juga seperti ini?” Beliau berkata : “Bukankah ini nikmat Allah!”


Aqil berkata: ”Aku mempunyai hutang. Bayarkanlah hutangku lalu aku akan pergi.” Beliau berkata: “Berapa banyak hutangmu.” Aqil berkata: “Seratus ribu dirham.” Imam berkata: “Tidak demi Allah! Aku tidak memiliki uang sebanyak itu. Bersabarlah sampai datang saat pembagian baitul-mal. Maka, aku akan memberikan kepadamu dari bagian keluarga.” Aqil berkata: “Baitul-mal ada di tanganmu dan engkau menunda untuk memberiku sampai pembagian baitul-mal. Selain itu, berapa banyak bagianmu? Jika semuanya engkau berikan kepadaku, kesulitanku tidak akan selesai.” Beliau berkata: “Apakah aku dan engkau berbeda dengan Muslimin yang lain?”


Kejadian berikut terjadi di Istana “Darul-Imarah” yang letaknya tidak jauh dari kotak uang para pedagang. Imam Ali berkata kepada Aqil, “Pecahkan kotak itu dan ambillah uang milik para pedagang itu.” Aqil terheran-heran dan berkata: “Adakah engkau menyuruhku untuk memecahkan kotak ini dan mencuri uangnya?” Imam Ali membenarkan: “Engkau juga menyuruhku mengambil uang dari baitul-mal dan memberikannya kepadamu. Apabila engkau ingin, ambillah pedangmu dan aku pun akan mengambil pedangku. Lalu mari kita bersama-sama pergi untuk merampok.” Aqil bertanya: “Apakah kita datang ke sini dengan maksud mencuri sehingga engkau berkata seperti itu?” Imam berkata: “Mencuri milik satu orang adalah lebih baik daripada mengambil harta semua Muslim.” Aqil berkata: “Kalau demikian, apakah engkau mengijinkan aku pergi kepada Muawiyah.” Ali berkata, “Terserah engkau.” Aqil meminta biaya untuk pergi kepada Muawiyah. Imam Ali berkata kepada Imam Hasan, “Berikan empat ratus dirham kepada pamanmu.” (Biharul Anwar, jilid 41, hlm 113

No comments:

Post a Comment